Indonesia setelah 65 tahun
merdeka merupakan sebuah negara yang menganut sistem demokrasi meski dalam
perjalanannya Indonesia mengalami beberapa perubahan pada sistem pemerintahan
yang demokrasi tersebut. Diawali pada awal kemerdekaan dimana Indonesia
menganut sistem demokrasi konstitusional, demokrasi terpimpin, demokrasi
pancasila dan pasca reformasi. Keadaan ini menjadikan pendidikan politik yang
cukup bagi masyarakat indonesia yang telah mengalami kehidupan politik dalam
jangka waktu yang cukup panjang, yakni selama 65 tahun.
Kehidupan demokrasi di Indonesia tidak lepas dari peran partai
politik sebagai indikator negara menganut sistem pemerintahan yang demokratis
melalui sistem pemilu, baik dengan dwi partai yakni indonesia pada masa orde
baru (PDI dan PPP, Golkar dianggap suatu golongan, bukan partai yang kemudian
menjadi partai pada masa reformasi hingga sekarang), multipartai yakni
indonesia pada masa orde lama dan pasca reformasi.
Peranan partai politik
tersebut tentu tidak terlepas dari sosok individu yang menaungi atau
menjalankan partai tersebut beserta kader dan simpatisan-simpatisannya yang
kita sebut politikus atau politisi. Politikus atau politisi adalah individu
atau sekelompok orang yang bergerak dibidang politik. Sedangkan politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk
mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles). Namun definisi tersebut
adalah sebuah definisi yang sangat murni dan ideal dari teori klasik yang
menjadi tujuan pokok serta harapan dari masyarakat akan sesuatu yang bernama
politik dimana definisi politik tersebut tidak semurni politik pada masa kini.Definisi
lain mengenai politik adalah seni dan ilmu dalam memperoleh dan mempertahankan
kekuasaan baik secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Maka dengan
definisi tersebut dapat kita simpulkan bahwa seorang politisi atau politikus
adalah seseorang atau kelompok yang bergerak pada sebuah organisasi formal maupun non
formal dengan tujuan memperoleh atau mempertahankan kekuasaan.
Kekuasaan menurut Barbara Goodwin (2003) adalah kemampuan
untuk mengakibatkan seseorang bertindak dengan cara yang bersangkutan tidak
akan dipilih. Dengan kata lain kekuasaan tersebut adalah suatu kekuatan untuk
memaksakan kehendak kepada orang lain untuk melakukan sesuai dengan apa yang
diinginkan. Begitu dahsyatnya kekuatan sebuah kekuasaan menjadikan seseorang
atau kelompok memperebutkan serta mempertahankan kekuasaan selama mungkin, jika
perlu seumur hidup dengan berbagai cara. Seperti contoh yang telah kita alami
yaitu pada masa pemerintahan Soekarno melalui MPR mengangkat dirinya sendiri
sebagai presiden seumur hidup. Soeharto dengan kekuasaan yang mencapai 32 tahun
menjadi presiden Republik Indonesia hingga akhirnya lengser dengan kekuatan
dari rakyat indonesia sendiri. Kekuasaan yang mereka peroleh tidak terlepas
dari partai politik yang menjadi basis mereka dalam memperoleh dan
mempertahankan kekuasaan seperti Soeharto dengan Golkar sehingga mengantarkan kekuasaan
kepresidennya selama 32 tahun. Sejarah mengatakan selama pemerintahan Soeharto
dan era kegemilangan Golkar dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan banyak
terjadi penyimpangan dari politikus yang berada di lembaga eksekutif,
legislatif maupun yudikatif. Namun hal tersebut tidak terekspos ke masyarakat
terkait dengan pengekangan terhadapan kebebasan pers yang kala itu selalu
menjadi suara pemerintah. Politikus pada era Orde baru dianggap sebagai orang
suci.Kejahatan
politik para politikus ditutup, bahkan publik tidak diberi kesempatan untuk
mengkritisi. Para politikus saat itu ditempatkan seperti setengah dewa yang
tidak bisa salah atau dikritik. Ini menunjukan semakin lama seorang bertengger
dipuncak kekuasaan maka semakin besar penyimpangan yang mereka lakukan gunakan
mempertahankan kekuasaan.( Soeharto,Khadaffi,Ferdinand Ramos,Husni Mubarak,
Raja Louis XVI). Sedangkan pada era reformasi media merupakan salah satu alat
kontrol sehinggga masyarakat bisa dengan mudah memantau perilaku politikus yang
berada dalam ruang persidangan, seperti tidur, main game, ngobrol, ricuh dan yang terparah adalah menonton video porno
pada saat persidangan tengah berlangsung. Penurunan citra publik terhadap
politisi itu merupakan efek langsung dari reformasi. Karena di era reformasi,
para politikus dipotret secara langsung oleh publik tanpa batas.
Penurunan
popularitas atau pencitraan terhadap perilaku politikus era reformasi bukan
tanpa fakta yang jelas, Lingkaran
Survei Indonesia (LSI) dalam penelitiannya menyebutkan hanya 23,4 persen
responden yang masih memandang positif para politikus, sementara 51,3 persen
lainnya menganggap politikus buruk. Belum lagi dengan kasus yang kebelakangan
ini santer terdengar yakni mengenai Nazarudin, seorang bendahara partai
berkuasa saat ini dengan kasus suap wisma atlet SEA Games yang melibatkan
beberapa anggota DPR dan ketua umum partai demokrat yang notabene politikus – politikus
yang duduk dilembaga tinggi negara, bahkan adanya indikasi keterlibatan aktor
besar yang menyebabkan rumitnya dalam menguak kasus tersebut.
Mahalnya Sebuah Kekuasaan
Mahalnya sebuah kekuasaan
mungkin ungkapan yang tepat dalam pelaksanaan demokrasi diindonesia. Betapa
tidak, untuk memenangkan sebuah pemilihan ditingkat yang paling rendah misalnya
kepala desa saja memerlukan modal untuk menggerakan tim sukses, memperoleh
simpati warga dengan membagikan kaos, payung, dan atribut – atribut lainnya belum
lagi ditambah biaya konsumsi serta biaya kampanye serta biaya lainnya. Contoh
tersebut hanya untuk memperoleh kekuasaan disuatu wilayah kecil seperti desa,
pertanyaannya bagaimana untuk memperoleh simpati seluruh masyarakat indonesia
yang berjumlah 237,560 (BPS.2010). Sebuah partai besar tentunya memerlukan
biaya operasional yang besar pula untuk membiayai segala macam kegiatan rutin,dana untuk operasional sekretariat,konsolidasi
organisasi, mulai dari rakernas, kongres, hingga muktamar. Belum lagi biaya kampanye
yang sangat besar,". Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008 dan UU No 11/2011 tentang Partai Politik (ApaKabar.Net)
menjelaskan beberapa sumber dana yang bisa diperoleh parpol sebagai sumber
pendanaan bagi kegiataan parpolnya. Adapun sumber pendanaan berupa :
1. dana dari
iuran anggota, adalah sumbangan yang tidak terbatas atau menurut kemampuan dari
anggotanya ;
2. sumber
pendanaan perorangan,yaitu bukan berasal dari anggota parpol yang bersangkutan,
besarannya Rp.1M pertahun anggaran;
3. badan
usaha, bekisar Rp.7,5M pertahun anggaran;
4.
APBN berdasarkan jumlah suara parpol yang ada
dilegislatif,Sementara
sumbangan dari anggaran negara dibatasi berdasarkan kemampuan keuangan dalam
APBN dan APBD. Perhitungannya berdasarkan jumlah suara yang diperoleh dalam
pemilu sebelumnya (9 April 2009). Informasi yang beredar, Keputusan Menteri
Dalam Negeri menyebutkan angka Rp. 108,- per suara per tahun anggaran. Dalam
perhitungan kasar saja (dikalikan dengan Rp. 100,-), apabila jumlah suara sah
dalam pemilu 2009 mencapai angka 104.099.785, maka total anggaran negara yang
diberikan kepada partai politik lebih dari Rp. 10.409.978.500. Namun partai
politik yang dapat APBN dan APBD hanyalah yang mendapatkan kursi di DPR dan
DPRD.
Karena
itu, dengan jumlah total suara sembilan partai politik di DPR yang hanya
85.051.132, maka total APBN yang diberikan kepada partai politik di DPR adalah
sebanyak Rp. 8.505.113.200,- (dengan asumsi dikalikan Rp.100,-). Kalau
dibulatkan lagi sekitar Rp. 8,5 M per tahun anggaran. Partai Demokrat mendapatkan
sekitar Rp. 2,1 M, sementara Partai Golkar mendapatkan sekitar Rp. 1,5 M. Angka
ini tentu berbeda di masing-masing DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota.
Besarannya tergantung kepada perolehan masing-masing partai politik, termasuk
partai politik yang tidak memiliki kursi di DPR RI.
Jika
dikaitkan dengan jumlah APBN yang sekitar Rp. 1.200 Trilyun, total anggaran
yang diberikan kepada partai politik tidak sampai mencapai angka 0,01%. Tentu
angka-angka tersebut masih angka normatif. Angka riilnya dihitung lagi berdasarkan
APBN dan APBD. Jika diperkiraan Rp. 8,5 M dikalikan 3 (untuk DPRD provinsi dan
DPRD kabupaten atau DPRD kota), maka terdapat angka Rp. 25,5 M dari APBN dan
APBD per tahun anggaran. Namun apakah sumber pendanaan tersebut cukup memadai
untuk membiayai semua kegiatan parpol dari level pusat hingga daerah.Jadi bagaimana partai politik menutupi kekurangan
anggaran? Mayoritas membebankan kepada legislator atau yang menjadi pejabat
(politik) di eksekutif.melalui potongan gaji sudah pasti. Walau ketentuan ini
tidak ada dalam undang-undang, prakteknya dilakukan di semua partai politik.
Hal inilah yang kemudian memicu munculnya kasus-kasus korupsi atau
penyalah-gunaan jabatan. Politisi menjadi perpanjangan tangan dari mata rantai
yang tersembunyi dalam urusan tender proyek-proyek pemerintah Kasus-kasus suap
dan korupsi yang menjerat mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin
merupakan contoh kasus korupsi suap pembangunan wisma atlet SEA Games ke-XXVI,
yang merupakan proyek pembiayaan dari APBN. Tidak hanya itu Nazarudin
menyebutkan dalam wawancara dengan koran tempointeraktif
“mengatakan
bahwa Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dituding sebagai pihak yang
sebenarnya menikmati aliran dana dari beberapa proyek yang dibiayai APBN,
termasuk pembangunan wisma atlet. Dalam kasus suap Rp 1,5 miliar untuk
memuluskan pembangunan infrastruktur 19 daerah bernilai Rp 500 miliar di
Kemenakertrans, uang suap juga diduga akan dialirkan ke Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, yang sekaligus adalah Ketua Umum PKB.
Pimpinan KPK mengakui uang akan dialirkan ke Muhaimin, meski belum sampai ke
yang bersangkutan (Tempointeraktif, 3
September)”
Dari pernyataan tersebut dapat kita ketahui
bagaimana dana ilegal yang diperoleh oleh politisi terlibat dalam proyek
pemerintah maupun dugaan korupsi di tender pemerintah tidak bisa dilepaskan
dari bagaimana pembiayaan partai politik dikelola untuk memenuhi pembiayaan
parpol yang sangat tinggi.
Perbandingan
sumber pendanaan parpol demokrat di
Amerika Serikat
Berbanding terbalik dengan Indonesia, sumber
pendanaan partai politik pada pemilu 2008 yang mengantarkan Barack Husein Obama
menjadi orang nomor satu di Amerika bahkan didunia. Adapun dana yang didapatkan
oleh parpol demokrat yang mengusung Barack Obama yakni dana yang sebagian besar
didapatkan dari publik atau masyarakat yang mendukung ia sebagai kandidat presiden.
Dana publik yang terkumpul oleh tim sukses obama (yang juga bekerja secara
sukarela tanpa digaji) adalah sebesar US$750 juta (sekitar Rp6,4 triliun). Ini
menunjukkan angka partisipasi politik yang sangat tinggi dari masyarakat
sekitar 550 ribu orang menyumbang untuk dana kampanye Obama. Sementara untuk
kampanye berikutnya dan pemilihan presiden yang akan diadakan 6 november 2012
selama 3 bulan kampanye tim sukses Obama berhasil mengumpulkan US$86 juta
(sekitar Rp736,3). Tingginya partisipasi politik menandakan kepedulian warga
negara terhadap permasalah yang terjadi di negaranya serta harapan akan
timbulnya perubahan dan perbaikan dalam masyarakat terhadap kandidat pemimpin
yang dipilih. Dan seandainya Obama terpilih kedua kalinya hal ini menunjukan
bahwa ia tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat dan tidak melayani
kepentingan kelompok saja.
PENUTUP
Partai politik bukanlah organ pemerintah,
melainkan entitas yang diciptakan dan lahir dari masyarakat, yang menjaga
independensinya dari negara (I Torres,
2000: 199). Partai politik yang independen tidak akan menadahkan tangannya
ke negara apalagi mengerogoti dana APBN. Partai politik yang lahir dari
masyarakat akan memaksimalkan para kadernya dalam membuat sumur keuangan
seperti yang terjadi di Amerika Serikat. Dan para kader inilah yang nantinya
memberikan suntikan dana agar partai dapat bergerak. Layaknya semua organisasi
masyarakat, kebutuhan pendanaan bagi partai politik adalah masalah krusial.
Jika dana tak mengalir, program partai tak berjalan maksimal.
Mencari dana untuk partai politik adalah hal
yang wajar namun dengan cara yang wajar pula serta tidak melanggar peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dari sudut pandang ekonomi, aktivitas politik
memiliki ciri khusus. Pada prinsipnya aktivitas politik adalah aktivitas
sukarela yang harus didanai oleh siapa saja yang masuk dalam partai politik,
baik anggota maupun simpatisannya (Antonio
Argondana, 2002: 5).
Kesukarelaan anggota atau simpatisan mendanai
partai tidak boleh diambilkan dari keuntungan ekonomi dan bisnis yang melanggar
hukum, dan tidak boleh dipetik dari proyek pemerintah. Sebab, sejatinya partai
politik adalah organ yang dikreasikan oleh masyarakat dan independen dari
negara. Prinsip Independensi ini dimaksudkan agar partai politik tidak ragu
dalam mengawasi negara. Bagaimana mungkin partai mau mengawasi negara kalau
anggotanya sendiri menggerogoti uang
negara.
Informasi dugaan aliran duit ke Partai
Demokrat ataupun PKB adalah bukti bahwa sebagian politikus dan partai politik
tertentu melanggar prinsip independensi partai. Politikus tingkat nasional
mengatur proyek pemerintah, merampok sebagian dana APBN, untuk kepentingannya.
Misalnya, uang hasil korupsi itu digunakan untuk maju ke kursi panas pimpinan partai.
Akuntabilitas terhadap keuangan parpol
kedepannya harus lebih trasparan serta pelanggaran terhadap ketentuan yang
telah diatur dalam perundangan – undangan mengenai penyimpangan yang terjadi
dalam tubuh parpol dan para politikus nakal dengan sangsi yang lebih tegas
disertai aparat penegak hukum. Dengan demikian proses demokratisasi dan angka
partisipasi politik warga negara Indonesiapun meningkat sesuai dengan hakikat
demokrasi yang sesungguhnya “Dari,Oleh dan Untuk Rakyat”.
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo,Miriam.2008.Dasar-Dasar
Ilmu Politik.Jakarta:Gramedia Pustaka Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar